PERANAN KEPEMIMPINAN PADA KOPERASI SAPI PERAH DALAM
MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA ANGGOTANYA
Nama Kelompok :
1. Astri Rhianti Poetri (21210198)
2. Efa Wahyuni (22210258)
3. Fika Fitrianti (22210770)
4. Nova Farhan Septiani (25210041)
Abstrak
Pendahuluan
Usaha sapi perah yang dikelola secara profesional diyakini mampu memberikan keuntungan bagi peternak, koperasi dan pemerintah. Perkembangan usaha sapi perah di Jawa Barat telah terbukti mampu bertahan dalam menghadapi badai krisis ekonomi yang berkepanjangan. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu propinsi terbesar penghasil susu selain Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh potensinya berupa : populasi sapi perah 74.255 ekor, produksi susu 430.000 kg/hari, rataan produksi 10,5 liter/ekor/hari, jumlah koperasi/KUD Susu ada 24 buah dan13 unit usaha sapi perah swasta nonkoperasi serta 5 Industri Pengolahan Susu (IPS) (Ginanjar, 2006). Permasalahan yang dihadapi peternak khususnya di Jawa Bar at secara internal menyangkut masalah teknis, luas lahan yang sempit, dan masih rendahnya sumber daya peternak, sedangkan va riabel eksternal berupa kebijakan pe merintah dan organisasi institusional yang menjamin i nsentif produksi. Permasalahan tersebut menghambat kemajuan usaha di tingkat anggota (peternak sapi perah) maupun di tingkat koperasi. Kondisi ini diperparah dengan munculnya Inpres No 4/1998 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang berimplikasi pada tidak adanya proteksi terhadap susu lokal sehingga IPS bebas melakukan impor ataupun membeli susu dalam negeri berapa pun jumlahnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran peternak sapi perah lokal karena tidak ada lagi jaminan pasar untuk susu dalam negeri. Akibat lain, muncul persaingan ketat antar Koperasi Peternak Sapi Perah maupun KUD Unit Sapi Perah dalam menghasilkan susu berkualitas. Persaingan yang semakin ketat menjad ikan para pengurus (terutama ketua) Koperasi/ KUD Sapi Perah melakukan optimalisasi kepemimpinannya melalui pembenahan baik dalam hal pela yanan sarana produksi dan hasil prod uksi maupun pembinaan terhadap anggotanya agar produksi susunya dapat terserap IPS. Untuk itu, pengurus koperasi berupaya mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku anggotanya agar berusaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetap kan bersama. Hal ini dilakukan melalui proses pelembagaan tata nilai koperasi oleh pimpinan pada organisasi koperasi dengan cara sosialisasi dan pelaksanaan tata nilai koperasi serta pelaksanaan sanksi.
Pembahasan
· Keadaan Umum Koperasi Sampel
Dari 9 Koperasi/KUD Sapi Perah yang ada di Kabupaten Bandung dan kota Cimahi, diperoleh 4 koperasi sampel yang terdiri dari 2 Koperasi Mono Usaha (KPBS, KPSBU) termasuk koperasi besar dan maju, dan 2 Koperasi Mult i Usaha (KUD Cipta Sari dan KUD Sarwa Mukti) yang termasuk koperasi yang sedang berkembang. Sesuai kategori tersebut, KPBS dan KPSBU memiliki anggot a yang cukup banyak (> 6.000 peternak sapi perah) dan populasi sapi pencapai 15.000 ekor sementara KUD Cipta Sari anggotanya 453 peternak, popula si sapi sebanyak 944 ekor dan KUD Sarwa Mukti anggotanya 1.100 peternak, namun masih dijumpai lebih dari 1 anggota pada 1 keluarga peternak, populasi sapi 3.245 ekor (Laporan Tahunan Koperasi Sampel, 2005).
· Keberlanjutan Usaha Anggota Koperasi
Keberlanjutan usaha merupakan upaya seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses, dan tuntutan serta kekayaan yang d imiliki secara lokal maupun gl obal dan terus meningkatkan kemampuan dirinya dengan bekerja sama dengan orang lain, berinovasi, berkompetisi agar dapat bertahan dalam kondisi berbagai peru bahan (Chambers dan Conway,1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan usaha anggota untuk semua koperasi sampel termasuk kategori cukup. KPSBU jika dilihat dari pelaksanaan kepemimpinan terutama ketua dan manajer koperasi sudah berorientasi prestasi, namun tingkat keberlanjutan anggotanya sama saja. Hal ini disebabkan tingkat keberlanjutan usaha anggota tidak hanya ditentukan oleh tingkat pembinaan, pengarahan dan pelayanan koperasi tetapi oleh kemampuan permodalan dan kelayakan usaha anggota, ketersediaan tenaga kerja untuk mencari rumput dan mengurus ternak, serta motivasi peternak dalam mengembangkan usahanya, apakah cenderung berorientasi pada produksi atau konsumsi terlebih dahulu, sehingga menentukan skala pemilikan ternak yang dapat dicapai. Keberlanjutan usaha anggota Koperasi Mono Usaha lebih baik disbanding Koperasi Multi Usaha jika dilihat dari kemampuan peternak sebagai manajer dan pekerja, kerja sama kelompok, jaminan insentif (harga susu yang diter ima peternak) dan upaya peternak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun secara keseluruhan kepercayaan diri peternak tinggi, sifat inovatif peternak rendah, dan upaya mempertahankan usaha ternak sapi perah lebih rendah pada Koperasi Mul ti Usaha dibanding Koperasi Mono Usaha. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada koperasi sapi pera h cukup berperan terutama jika ditunjang oleh kesiapan anggotanya.
Kesimpulan
Secara umum pelaksanaan kepemimpinan pada Koperasi/KUD Sapi Perah sudah mengacu pada orientasi tugas, prestasi, dan secara khusus pelaksanaan kepemimpinan di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang lebih berorientasi pada prestasi dibandingkan dengan Koperasi /KUD Sapi Perah lainnya. Kemampuan anggota Koperasi/KUD Sapi Perah dalam mencapai keberlanjutan usaha baru dalam taraf mempertahankan belum mampu mengembangkan usahanya secara profesional. Pelaksanaan kepemimpinan berhubungan positif dengan keberlanjutan usaha anggota Koperasi/KUD Sapi Perah. Tingkat pelaksanaan kepemimpinan pada Koperasi Mono Usaha lebih berorientasi prestasi dibandingkan dengan Koperasi Multi Usaha Peternak Sapi Perah. Anggota Koperasi Mono Usaha leb ih lebih dapat mencapai keberlanjutan usaha dibandingkan dengan anggota Koperasi Multi Usaha/KUD Sapi Perah.
Sumber: